Jika anda termasuk salah satu pecinta produk jeans atau Denim anda pasti
mengenal salah satu produk bernama PeterSaysDenim, dan anda pasti mengira
salah satu brand terkenal ini berasal dari luar negeri, dugaan anda salah,
produk ini merupakan asli buatan Indonesia yang diciptakan oleh Peter Firmansyah, seorang anak muda yang berasal dari Indonesia yang
menciptakan dan memproduksi jeans, baju, serta perlengkapan fashion lainnya
yang telah dikenal diluar negeri dan bersanding dengan merk-merk lainnya
seperti Ripcurl, Volcom, Macbeth, dll. Produk PSD (Peter
says denim) buatan Peter Firmansyah juga banyak
digunakan oleh band-band dari dalam dan luar negeri karena kualitasnya.
Kesuksesan yang diraih oleh Peter Firmansyah tidak serta merta dicapai dalam
waktu yang cepat melainkan membutuhkan waktu yang lama.
Peter Firmansyah merupakan Anak muda kelahiran Kota Sumedang, pada tanggal 4 Februari 1984. Peter Firmansyah terlahir dari keluarga yang sederhana. Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter Firmansyah pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan. Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. "Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter. Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu Peter Firmansyah berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru. Selain itu, Peter juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.
Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat. Tetapi, tak sampai sebulan Peter Firmansyah memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan orangtuanya perselisihan yang sempat disesali Peter karena sudah menghabiskan biaya besar. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas, Peter Firmasnyah kemudian mulai berkerja di pabrik yang membuat produk Rusty, Volcom dan globe. Dari situlah Peter Firmansyah mulai belajar tentang pemilihan produk, pembuatan, hingga pemasaran produk. Pada tahun 2005, Peter Firmansyah kemudian nekat membuat produk jeans dengan nama Defense berbekal pengalaman yang ia dapat dari pabrik pembuatan produk produk terkenal namun singkat cerita produk buatannya gagal dipasaran.
Peter Firmansyah merupakan Anak muda kelahiran Kota Sumedang, pada tanggal 4 Februari 1984. Peter Firmansyah terlahir dari keluarga yang sederhana. Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter Firmansyah pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan. Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. "Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter. Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu Peter Firmansyah berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru. Selain itu, Peter juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.
Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat. Tetapi, tak sampai sebulan Peter Firmansyah memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan orangtuanya perselisihan yang sempat disesali Peter karena sudah menghabiskan biaya besar. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas, Peter Firmasnyah kemudian mulai berkerja di pabrik yang membuat produk Rusty, Volcom dan globe. Dari situlah Peter Firmansyah mulai belajar tentang pemilihan produk, pembuatan, hingga pemasaran produk. Pada tahun 2005, Peter Firmansyah kemudian nekat membuat produk jeans dengan nama Defense berbekal pengalaman yang ia dapat dari pabrik pembuatan produk produk terkenal namun singkat cerita produk buatannya gagal dipasaran.
Peter Firmansyah juga seorang pemain band, dan dari band-nya "Peter says
sorry" itulah kemudian Peter punya banyak kenalan musisi dan tahu
bagaimana kebutuhan musisi terutama band-band rock untuk tampil di sebuah
stage. Dan memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Pekerjaan yang dimulai
dari bawah akan lebih banyak memberi ilmu, dan membuat kita bergerak terus ke
atas daripada mereka yang kemudian sudah start dari atas. Yang ada justru
kebanyakan mereka collapse dan jatuh ke bawah. Alasannya jelas, mereka tidak
tahu apa yang dibutuhkan di bawah, karena sebenarnya pusat dari sebuah produksi
adalah bagaimana kinerja mereka yang di bawah. Pada tahun 2007, Peter juga
mengerjakan pesanan jeans senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar
dengan alasan jeans itu tak sesuai keinginannya.
Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia
pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp
14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur.
Bermodal tabungannya sebanyak Rp 5 juta, ia mulai memproduksi
celana jeans sendiri. Pertama-tama, Peter membuat lima potong jeans. Ternyata,
produk perdananya ini laris. Pesanan berdatangan dan ia menambah produksi
hingga 20 potong lebih. Selama enam bulan pertama, ia benar-benar membanting
tulang. Mulai belanja bahan, mengukur, mengawasi tukang jahit, hingga
mengantarkan pesanan jeans ke konsumen ia kerjakan sendiri.
Akan tetapi, jeans yang diberi merek Peter Says Denim (PSD) itu tak selamanya laku. Sebab, sejak awal, ia membanderol jeans dengan harga tinggi. Karena itu, ia kerap menerima cemoohan dan penolakan konsumen. Peter Firmansyah lantas memasang strategi dengan fokus mempromosikan jeans buatannya ke anak-anak band. Ia melakukan pendekatan khusus supaya anak band yang jam terbang sudah banyak mau memakai jeansnya sebagai promosi. Tak hanya band lokal, Peter juga mendekati band-band luar negeri. Peter lalu membuat website khusus untuk menjajakan produk Peter Says Denim. Untuk memperkuat bisnis online ini, ia menggelontorkan lagi duit Rp 5 juta. Ternyata pilihan itu tepat. Lewat situs online-nya, Peter Say Denim dikenal di Amerika, Kanada, Australia, Singapura, dan Malaysia. Hasilnya, kini setiap bulan, Peter memproduksi 500 hingga 1.000 potong jeans.
Akan tetapi, jeans yang diberi merek Peter Says Denim (PSD) itu tak selamanya laku. Sebab, sejak awal, ia membanderol jeans dengan harga tinggi. Karena itu, ia kerap menerima cemoohan dan penolakan konsumen. Peter Firmansyah lantas memasang strategi dengan fokus mempromosikan jeans buatannya ke anak-anak band. Ia melakukan pendekatan khusus supaya anak band yang jam terbang sudah banyak mau memakai jeansnya sebagai promosi. Tak hanya band lokal, Peter juga mendekati band-band luar negeri. Peter lalu membuat website khusus untuk menjajakan produk Peter Says Denim. Untuk memperkuat bisnis online ini, ia menggelontorkan lagi duit Rp 5 juta. Ternyata pilihan itu tepat. Lewat situs online-nya, Peter Say Denim dikenal di Amerika, Kanada, Australia, Singapura, dan Malaysia. Hasilnya, kini setiap bulan, Peter memproduksi 500 hingga 1.000 potong jeans.
Meski bisnis distro di Bandung menjamur hingga 400 gerai lebih, jeans Peter Says Denim tetap unggul lantaran berani tampil beda. Peter Firmansyah mengaku, jeans buatannya sebenarnya tak beda jauh dengan jeans lokal lain. Tapi, dia berhasil mengubah citra produk lokal yang tak bisa bersaing dengan kualitas nomor satu layaknya jeans branded. Tak butuh waktu relatif lama, usahanya dalam berbisnis jeans mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jeans, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri. Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim. Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.
Saat ini Peter Firmansyah telah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya tersebut.
Dia telah menjadi seorang pengusaha muda dengan omset ratusan juta perbulan dan
tengah merencanakan untuk membuka sebuah kantor perwakilan PSD lagi di Amerika
Serikat. Selain itu, Peter telah mengembangkan usahanya ke bidang lain seperti
studio tato dan label rekaman. Dia juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini dia
masih memiliki mimpi-mimpi yang ingin untuk dia raih.
Menghayal itu adalah sebagian dari
doa. Karena mengejar mimpi dapat menjadi sebuah motivasi hidup - Peter
Firmansyah
sumber: biografi peter firmansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar